Ikatan Alumni (IKA) Kehutanan UNHAS, sebagai salah satu lembaga konsorsium profesi rimbawan, dengan segera akan melakukan temu alumni akbar, pada bulan Juli 2009. Temu Almumni kali ini mengambil tema “Harmonizing forest service for securing live” di Makassar dan Bantaeng.
IKA Kehutanan UNHAS tentunya sangat terkait dengan Program Studi Kehutanan (Fakultas Kehutanan) pada Universitas Hasanuddin yang telah berdiri sejak tahun 1963 UNHAS. Usianya yang sudah cukup tua tentunya telah melahirkan banyak alumni pada ragam posisi di masyarakat. Mulai dari pegawai Dinas Kehutanan, LSM, pegawai Bank sampai ada yang jadi Bupati. Tema Temu Alumni yang menekankan pada harmonisasi pelayanan hutan dan kehutanan dalam menunjang kehidupan tentunya berdasar pada situasi ambivalens antara tantangan laju degaradasi hutan yang semakin memprihatinkan dan kemiskinan struktural yang semakin melilit uatamanya masyarakat didalam dan sekitar hutan.
Beberapa komentar sering terdengar kenapa semakin banyak sarjana kehutanan, semakin hancur hutan dan kehutanan kita?. Mungkin ada juga benarnya tapi paling tidak pertanyaan ini hendaknya menjadi refleksi kita ditengah berbagai isu lingkungan, pemanasan global, ketahanan pangan, sampai isu kemiskinan.
Pada intinya Kehutanan UNHAS mengadakan pembenahan sesuai dengan tuntutan zaman bahwa dunia kehutanan kita harus mengadakan pemebanahan yang sifatnya substantif. Dr. Mas’ud Junus salah seorang staf Pengajar Senior pada Laboratorium Kebijakan dan Kewirausahaan Fakultas Kehutanan UNHAS mengungkapkan bahwa kurikulum kehutanan kita haruslah lahir dari bumi Indonesia, bukan dari teori-teori eropa yang sama sekali tidak kontekstual dengan tantangan kehutanan yang kita hadapi.
Pada tahun 2002-2004, Kehutanan Unhas (waktu itu masih berstatus Jurusan) telah mendapatkan hibah dari The Ford Foundation untuk pengembangan hutan berbasis masyarakat di Propinsi Sulawesi Selatan. Salah satu dampak positif yang diperoleh adalah penyempurnaan kurikulum program studi sesuai dengan paradigma baru pembangunan kehutanan yaitu dari state-based forest management ke community-based forest management serta dari timber management ke ecosystem management. Penyempurnaan tersebut berupa penambahan jumlah SKS, penambahan SAP, atau penambahan mata kuliah baru. Nuansa community-based forest management atau pengelolaan hutan berbasis masyarakat mulai terasa pada kurikulum yang telah disempurnakan.
Pastikan Hak Masyarakat dalam Mengelola Hutan
Baru-baru ini juga mahasiswa kehutanan se-Indonesia mengadakan seminar nasional dengan tema “Persenjatai Masyarakat sekitar hutan” di Makassar. Buat saya tema tersebut sangat menarik tentu bukan dari segi teksnya tetapi konteksnya. Teori ekonomi sumber daya mengungkapkan bahwa tanpa adanya kejelasan hak atas akses sumber daya akan membuat sumberdaya itu akan rusak. Biasanya disebut sebagai konsep tenure. Konsep tenure ini adalah konsep yang dikemukakan oleh Ridell (1987), yaitu sekumpulan atau serangkaian hak untuk memanfaatkan lahan dan atau sumberdaya alam lainnya yang terdapat di dalam suatu masyarakat yang secara bersamaan juga memunculkan sejumlah batasan-batasan tertentu dalam proses pemanfaatan tersebut. Konsep tenure tidak hanya mencakup aspek kepemilikan, tetapi lebih luas dari pada itu yakni pengelolaan dan pemanfaatannya. Mempersenjatai Masyarakat disini adalah mengakui dan mengembalikan hak-hak tradisional mereka, atau mengintroduksi hak-hak mereka kedalam hak-hak normatif dalam sistem hukum dan perundang-udangan kita.
Prof. Supratman Pakar Kehutanan Masyarakat, mengungkapkan bahwa tanpa memperkuat hak-hak masyarakat dalam mengelola kawasan hutan maka laju degradasi hutan serta kemiskinan masyarakat sekitar hutan tidak dapat kita atasi. Karena dengan kejelasan hak tersebutlah kelembagaan pengelolaan hutan dimulai.
IKA Kehutanan UNHAS tentunya sebagai wadah kekeluargaan rimbawan khususnya alumni kehutanan UNHAS harus menunjukkan banyak perannya dalam pembangunan hutan berbasis masyarakat. Prof. Syamsu Alam mengungkapkan bahwa selama ini mulai ada perubahan peraturan dan perundang-udangan kita yang berpihak pada masyarakat seperti kebijakan Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Sosial Forestry, dll. Namun tantangan selanjutnya adalah bagaimana mengimplementasikan kebijakan tersebut dilapangan. Fakultas Kehutanan UNHAS bekerja sama dengan RECOFTC menemukan bahwa terdapat kesenjangan antara kapasitas di semua level dalam implementasi kebijakan pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Sebagai contoh, di level masyarakat, hak-hak tradisional mereka berbenturan dengan kebijakan pengelolaan hutan di daerah. Di level Kabupaten, pemerintah kabupaten belum adanya unit pengelolaan hutan di tingkat tapak. Di level nasional, pergantian kebijakan yang sering berganti-ganti tanpa adanya kebijakan yang terimplementasi secara tuntas sehingga terkadang membingungkan pemerintah provinsi dan kabupaten.
Politik Kehutanan dalam Politik Keberpihakan
IKA Kehutanan UNHAS pada moment Temu Alumni kali ini berada pada pasca Pemilihan Presiden 2009 – 2014. Harus diakui bahwa Pemerintahan sebelumnya telah banyak mengeluarkan kebijakan yang menuju pengelolaan hutan berbasis masyarakat seperti kebijakan Hutan Desa, Hutan Kemasyarakata, Hutana Tanaman Rakyat namun belum terimplementasikan dengan baik dilapangan (bahkan belum jalan sama sekali). Tradisi posisi menteri kehutanan selama ini yang berasal dari jatah partai politik, harus kemudian kita refleksi. Paling tidak aspek profesionalisme rimbawan patut dipertimbangkan agar pengelolaan hutan tidak terjebak pada persoalan simbolik semata. Banyak kegiatan yang kemudian disebut sebagai gerakan yang sifatnya simbolis seperti Gerakan Penanaman Sejuta Pohon, Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan, dll. Program selanjutnya harus kemudian berbasis kepada kebutuhan masyarakat. Sebagai contoh bahwa penanganan illegal logging bukan hanya tindakan penangkapan tanpa kemudian meneliti kenapa masyarakat harus berladang dalam kawasan hutan, kenapa masyarakat terpaksa (atau dipaksa oleh sistem) untuk kemudian melakukan illegal logging. Dan masih banyak hal lagi yang mesti kita refleksikan.
Pada akhirnya saya ingin mengucapkan kepada segenap alumni Kehutanan UNHAS, dalam penyelenggaran temu alumni kali ini. Semoga korsa rimbawan itu menyegarkan lagi, memperkuat lagi serta menegaskan lagi, nilai keberpihakan kita kepada hutan yang lestari dan kesejahteraan rakyat.
Muhammad Alif KS
Sumber : http://fasilitator-masyarakat.org/ambivalensi-hutan-dan-masyarakat/
IKA Kehutanan UNHAS tentunya sangat terkait dengan Program Studi Kehutanan (Fakultas Kehutanan) pada Universitas Hasanuddin yang telah berdiri sejak tahun 1963 UNHAS. Usianya yang sudah cukup tua tentunya telah melahirkan banyak alumni pada ragam posisi di masyarakat. Mulai dari pegawai Dinas Kehutanan, LSM, pegawai Bank sampai ada yang jadi Bupati. Tema Temu Alumni yang menekankan pada harmonisasi pelayanan hutan dan kehutanan dalam menunjang kehidupan tentunya berdasar pada situasi ambivalens antara tantangan laju degaradasi hutan yang semakin memprihatinkan dan kemiskinan struktural yang semakin melilit uatamanya masyarakat didalam dan sekitar hutan.
Beberapa komentar sering terdengar kenapa semakin banyak sarjana kehutanan, semakin hancur hutan dan kehutanan kita?. Mungkin ada juga benarnya tapi paling tidak pertanyaan ini hendaknya menjadi refleksi kita ditengah berbagai isu lingkungan, pemanasan global, ketahanan pangan, sampai isu kemiskinan.
Pada intinya Kehutanan UNHAS mengadakan pembenahan sesuai dengan tuntutan zaman bahwa dunia kehutanan kita harus mengadakan pemebanahan yang sifatnya substantif. Dr. Mas’ud Junus salah seorang staf Pengajar Senior pada Laboratorium Kebijakan dan Kewirausahaan Fakultas Kehutanan UNHAS mengungkapkan bahwa kurikulum kehutanan kita haruslah lahir dari bumi Indonesia, bukan dari teori-teori eropa yang sama sekali tidak kontekstual dengan tantangan kehutanan yang kita hadapi.
Pada tahun 2002-2004, Kehutanan Unhas (waktu itu masih berstatus Jurusan) telah mendapatkan hibah dari The Ford Foundation untuk pengembangan hutan berbasis masyarakat di Propinsi Sulawesi Selatan. Salah satu dampak positif yang diperoleh adalah penyempurnaan kurikulum program studi sesuai dengan paradigma baru pembangunan kehutanan yaitu dari state-based forest management ke community-based forest management serta dari timber management ke ecosystem management. Penyempurnaan tersebut berupa penambahan jumlah SKS, penambahan SAP, atau penambahan mata kuliah baru. Nuansa community-based forest management atau pengelolaan hutan berbasis masyarakat mulai terasa pada kurikulum yang telah disempurnakan.
Pastikan Hak Masyarakat dalam Mengelola Hutan
Baru-baru ini juga mahasiswa kehutanan se-Indonesia mengadakan seminar nasional dengan tema “Persenjatai Masyarakat sekitar hutan” di Makassar. Buat saya tema tersebut sangat menarik tentu bukan dari segi teksnya tetapi konteksnya. Teori ekonomi sumber daya mengungkapkan bahwa tanpa adanya kejelasan hak atas akses sumber daya akan membuat sumberdaya itu akan rusak. Biasanya disebut sebagai konsep tenure. Konsep tenure ini adalah konsep yang dikemukakan oleh Ridell (1987), yaitu sekumpulan atau serangkaian hak untuk memanfaatkan lahan dan atau sumberdaya alam lainnya yang terdapat di dalam suatu masyarakat yang secara bersamaan juga memunculkan sejumlah batasan-batasan tertentu dalam proses pemanfaatan tersebut. Konsep tenure tidak hanya mencakup aspek kepemilikan, tetapi lebih luas dari pada itu yakni pengelolaan dan pemanfaatannya. Mempersenjatai Masyarakat disini adalah mengakui dan mengembalikan hak-hak tradisional mereka, atau mengintroduksi hak-hak mereka kedalam hak-hak normatif dalam sistem hukum dan perundang-udangan kita.
Prof. Supratman Pakar Kehutanan Masyarakat, mengungkapkan bahwa tanpa memperkuat hak-hak masyarakat dalam mengelola kawasan hutan maka laju degradasi hutan serta kemiskinan masyarakat sekitar hutan tidak dapat kita atasi. Karena dengan kejelasan hak tersebutlah kelembagaan pengelolaan hutan dimulai.
IKA Kehutanan UNHAS tentunya sebagai wadah kekeluargaan rimbawan khususnya alumni kehutanan UNHAS harus menunjukkan banyak perannya dalam pembangunan hutan berbasis masyarakat. Prof. Syamsu Alam mengungkapkan bahwa selama ini mulai ada perubahan peraturan dan perundang-udangan kita yang berpihak pada masyarakat seperti kebijakan Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Sosial Forestry, dll. Namun tantangan selanjutnya adalah bagaimana mengimplementasikan kebijakan tersebut dilapangan. Fakultas Kehutanan UNHAS bekerja sama dengan RECOFTC menemukan bahwa terdapat kesenjangan antara kapasitas di semua level dalam implementasi kebijakan pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Sebagai contoh, di level masyarakat, hak-hak tradisional mereka berbenturan dengan kebijakan pengelolaan hutan di daerah. Di level Kabupaten, pemerintah kabupaten belum adanya unit pengelolaan hutan di tingkat tapak. Di level nasional, pergantian kebijakan yang sering berganti-ganti tanpa adanya kebijakan yang terimplementasi secara tuntas sehingga terkadang membingungkan pemerintah provinsi dan kabupaten.
Politik Kehutanan dalam Politik Keberpihakan
IKA Kehutanan UNHAS pada moment Temu Alumni kali ini berada pada pasca Pemilihan Presiden 2009 – 2014. Harus diakui bahwa Pemerintahan sebelumnya telah banyak mengeluarkan kebijakan yang menuju pengelolaan hutan berbasis masyarakat seperti kebijakan Hutan Desa, Hutan Kemasyarakata, Hutana Tanaman Rakyat namun belum terimplementasikan dengan baik dilapangan (bahkan belum jalan sama sekali). Tradisi posisi menteri kehutanan selama ini yang berasal dari jatah partai politik, harus kemudian kita refleksi. Paling tidak aspek profesionalisme rimbawan patut dipertimbangkan agar pengelolaan hutan tidak terjebak pada persoalan simbolik semata. Banyak kegiatan yang kemudian disebut sebagai gerakan yang sifatnya simbolis seperti Gerakan Penanaman Sejuta Pohon, Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan, dll. Program selanjutnya harus kemudian berbasis kepada kebutuhan masyarakat. Sebagai contoh bahwa penanganan illegal logging bukan hanya tindakan penangkapan tanpa kemudian meneliti kenapa masyarakat harus berladang dalam kawasan hutan, kenapa masyarakat terpaksa (atau dipaksa oleh sistem) untuk kemudian melakukan illegal logging. Dan masih banyak hal lagi yang mesti kita refleksikan.
Pada akhirnya saya ingin mengucapkan kepada segenap alumni Kehutanan UNHAS, dalam penyelenggaran temu alumni kali ini. Semoga korsa rimbawan itu menyegarkan lagi, memperkuat lagi serta menegaskan lagi, nilai keberpihakan kita kepada hutan yang lestari dan kesejahteraan rakyat.
Muhammad Alif KS
Sumber : http://fasilitator-masyarakat.org/ambivalensi-hutan-dan-masyarakat/
0 komentar:
Post a Comment