Overactive Bladder (OAB, atau kelainan ginjal hiperaktif) merupakan satu dari tiga penyakit umum pada perempuan (selain keputihan dan kanker payudara). Penyakit yang membuat perempuan berkemih lebih dari normal, yakni lebih dari delapan kali dalam 24 jam di luar waktu tidur ini, tak bisa disembuhkan dan tidak diketahui jelas penyebabnya.
Namun begitu, OAB atau nama populernya "beser", bisa dicegah dan diperbaiki kondisinya. Sejumlah faktor risiko juga perlu dikenali perempuan agar lebih sadar sejak dini terhadap penyakit yang menimbulkan masalah psikis, sosial, bahkan seksual ini.
Dokter spesialis obstetri dan ginekologi, dr Budi Iman Santoso, SpOG (K) menyebutkan, faktor risiko OAB di antaranya adalah obesitas, kurang aktivitas fisik, diabetes, merokok, senang minuman bersoda, riwayat infeksi saluran kemih, riwayat pengangkatan rahim, persalinan, atau gangguan prostat jika pada pria.
"OAB atau sering buang air kecil merupakan penyakit dengan kumpulan gejala, yakni urgensi, frekuensi, nokturia," papar dr Budi di sela kegiatan Healthy Chit Chat dari Pfizer Woman Care di Jakarta, Sabtu (21/8/2010) lalu.
Urgensi merupakan gejala OAB di mana muncul keinginan tiba-tiba yang begitu kuat untuk berkemih dan sulit ditahan, sehingga sering menyebabkan inkontinensia (mengompol). Sedangkan frekuensi merupakan gejala berkemih yang terlalu sering dalam satu hari, yakni lebih dari delapan kali sehari. Sementara nokturia adalah keluhan berkemih pada malam hari, yakni sering bangun di malam hari hanya untuk berkemih, dan frekuensinya bisa lebih dari satu kali. Hal ini tentu akan sangat mengganggu aktivitas penderitanya. Belum lagi bila akhirnya mengompol, sehingga menimbulkan bau yang kurang sedap.
Tidak heran, penderita OAB selalu diliputi rasa khawatir. Was-was jika nanti tidak dapat menemukan toilet di tempat manapun ia beraktivitas, akibat rasa kebelet yang tidak bisa ditahan itu. Setiap kali bepergian, meskipun hanya ke kantor atau ke tempat yang dekat, mereka juga harus selalu membawa pakaian dalam untuk ganti. Pendek kata, sangat merepotkan dan melelahkan.
"Penelitian dari RS Cipto Mangunkusumo menemukan bahwa penderita OAB bisa mengalami masalah psikologis seperti keinginan bunuh diri karena takut, malu, depresi," kata dr Budi.
Penyakit ini juga membuat penderitanya terisolasi secara sosial, dijauhi atau menjauhi lingkungannya karena merasa tak nyaman. Bagi pasangan menikah, OAB juga menganggu hubungan seksual karena penderita cenderung akan menghindari kontak seksual. Sebab, ketika berhubungan seksual, air kemih seringkali ikut keluar tanpa dapat dicegah.
"Penderita OAB juga tak bisa bekerja optimal, dampaknya bisa terganggu pekerjaannya, atau bahkan kehilangan pekerjaan," imbuhnya.
Penyakit ini tak bisa dianggap sepele, dan perempuan perlu lebih sadar diri untuk menjaga kesehatan fisiknya. Upaya pencegahan bisa dilakukan, namun begitu menderita penyakit ini, kemungkinannya hanya untuk memperbaiki kondisinya, dan bukan menyembuhkan. Ada jenis latihan dan obat-obatan yang bisa mengurangi frekuensi berkemih tersebut, namun lebih baik mencegah daripada mengobati, bukan?
sumber : http://female.kompas.com/