KHUTBAH PERTAMA :
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Jama’ah Jum’at yang Dirahmati Allah
Ada Apa dengan Poligami? Dan kenapa orang-orang meri-butkan orang yang berpoligami?
Musuh-musuh Islam dari berbagai latar belakang telah me-lancarkan tudingan dan tuduhan yang getir terhadap Islam karena syariat poligami. Mereka, dari dulu sampai saat ini terus melaku-kan propaganda bahwa Islam tidak adil, menindas dan merendah-kan kaum wanita dengan syariat poligami. Dalam pandangan me-reka, poligami tidak lebih dari terowongan gelap yang senantiasa dibuka lebar untuk memperturutkan syahwat laki-laki kaum Mus-limin. Semua tuduhan dan tudingan kosong tersebut telah terjadi sejak waktu yang lama, dan itu terus bergaung sampai saat ini.
Masalahnya, andai saja tuduhan itu hanya datang dari orang-orang kafir; baik itu kaum orientalis, sosiolog, antropolog, atau atas nama hak asasi, atau kesetaraan gender, atau dan atau…, tentu kita tidak ambil pusing dan tak perlu merasa terganggu karenanya. Karena musuh-musuh Allah telah melakukan serangan permu-suhan dan kezaliman yang jauh lebih besar dari sekedar masalah poligami. Akan tetapi yang sangat menyedihkan kita semua ada-lah bahwa mereka yang ribut mempermasalahkan poligami ini adalah kaum Muslimin sendiri, bahkan sebagian di antara mereka adalah kaum terpelajar atau bahkan berilmu.
Di antara mereka bahkan ada yang berani mengatakan bahwa poligami adalah kejahatan atas kaum perempuan dan wajib dila-rang di Indonesia.
Sebegitu lemahkah keimanan seorang Muslim hingga berani menggugat keadilan Allah dengan mengatakan poligami adalah kezaliman terhadap perempuan? Sebegitu besarkah pengaruh tipu-daya setan dan musuh-musuh Islam hingga kaum Muslimin sen-diri yang justru lancang mempermasalahkan syariat Allah? Kurang jelaskah Allah dan RasulNya menjelaskan masalah poligami?
Berikut ini adalah beberapa jawaban untuk mereka yang mempermasalahkan poligami?
Pertama: Perhatikan kembali Firman Allah Subhanahu Wata’ala :
وَإِنْ خِفْتُمْ أّلاَّتُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانكِحُوا مَاطَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّتَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّتَعُولُوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bila kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua orang, tiga orang atau empat orang. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat ber-laku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak ber-buat zhalim.” (An-Nisa`: 3).
Al-Allamah as-Sa’di, setelah menjelaskan dan menafsirkan ayat ini, beliau berkata, “Hal itu karena laki-laki kadang ada yang tidak terpenuhi syahwatnya dengan seorang istri, maka dibolehkan baginya untuk menikah, seorang lagi dan seorang lagi sampai ber-jumlah empat orang, karena dengan empat orang istri sudah cukup untuk setiap orang; kecuali sangat langka (ada yang juga belum cukup). Dan ber-sama itu semua, laki-laki bersangkutan diboleh-kan baginya mela-kukan itu (poligami), apabila dia merasa aman terhadap dirinya untuk tidak berlaku zhalim dan tidak adil, dan yakin dapat melak-sanakan hak-hak mereka. Maka jika dia hawa-tir terhadap sesuatu dari semua kehawatiran tadi, hendaklah dia cukup hanya dengan seorang istri saja, … karena itu lebih memung-kinkan untuk tidak berlaku zhalim.” (Taisir al-Karim ar-Rahman).
Ayat ini dengan sangat jelas mengisyaratkan bahwa apabila seorang laki-laki mengkhawatirkan dirinya tidak bisa berlaku adil, dan tidak mampu memberi nafkah lahir maupun batin, maka sebaik-nya cukup dengan seorang istri; dan itu jelas lebih utama baginya dan lebih menciptakan suasana harmonis dalam keluarga. Akan tetapi, bila seorang laki-laki telah mampu memenuhi semua tun-tutan syariat, sehingga dalam pandangan syariat telah layak untuk berpoligami, maka suatu kekufuran untuk menyuarakan tidak boleh melakukan poligami. Artinya, poligami sebenarnya hanya semacam keringanan atau pintu emergensi yang diberikan Allah, untuk meng-hadapi suatu kondisi yang menuntut penyelesaian yang tepat. Dan akan dijelaskan secara lebih rinci berikutnya.
Kedua: Islam bukan agama pertama yang mensyariatkan poligami, dan bangsa Arab juga bukan satu-satunya bangsa yang akrab dengan budaya poligami. Dalam Al-Mar`ah Wa Makanatuha Fi al-Islam disebutkan bahwa berbagai bangsa di dunia telah terbiasa melakukan poligami sejak tempo dulu. Seperti: bangsa Mesir, Per-sia, Asyuria, Babilonia, India, Rusia, Jerman bahkan sejumlah raja-raja Yunani juga melakukan poligami.
Dalam agama Yahudi, poligami juga dikenal luas. Taurat (Perjanjian Lama) mencatat begitu jelas bahwa nabi-nabi dan raja-raja Bani Israil melakukan poligami, bahkan dalam jumlah istri yang sangat ekstrim:
1. Kitab Imamat (18: 18) secara tersirat menunjukkan bahwa poligami itu boleh, tetapi tidak boleh mempoligami istri dengan saudarinya.
2. Kitab Kejadian (28: 9), dengan sangat jelas menerangkan: Esau, putra nabi Ishak, mengambil putri Ismail, Mahalat, sebagai istri ketiganya di samping kedua istrinya yang telah ada.
3. Kitab Raja-Raja (11: 3), menjelaskan bahwa Nabi Sulaiman, putra Nabi Dawud, memiliki 700 orang istri dari kalangan wanita terpandang dan 300 orang budak perempuan.
4. Kitab Samuel 2 (5: 13) dengan begitu terang mengatakan bahwa Nabi Dawud menikahi banyak istri dari kalangan wanita merdeka dan memiliki banyak budak perempuan.
Begitu juga Dalam Agama Nasrani, tidak ada satu pun ayat di dalam Perjanjian Baru (Injil) yang melarang poligami; kecuali hanya dari surat Paulus, yang tentu saja dalam definisi yang benar, bukan bagian dari Injil.
Jama’ah Jum’at yang Dirahmati Allah
Ketiga: Ada banyak kondisi di mana poligami menjadi suatu keniscayaan:
(1). Ketika istri pertama sakit berkepanjangan, atau terserang penyakit menular atau penyakit kronis, yang menjadikan seorang suami sulit memenuhi kebutuhan biologisnya sebagai laki-laki. Dalam kondisi ini, tentu sangat kerdil otak seseorang jika menga-takan, suaminya tidak boleh melakukan poligami.
Menghadapi kondisi ini, kita berhadapan dengan tiga pilihan:
Pilihan Pertama, demi tidak melakukan poligami, suami men-ceraikan istri pertamanya yang sakit tersebut, baru menikah lagi. Ini adalah pilihan yang sangat tidak manusiawi dan tidak bertang-gung jawab serta kezhaliman terhadap sang istri yang justru pada saat seharusnya mendapatkan perhatian dan perlindungan yang lebih.
Pilihan Kedua, tetap mempertahankan istrinya yang sakit ter-sebut, dan karena tidak boleh berpoligami, serta demi memenuhi hasrat biologisnya, dia berselingkuh dengan perempuan-perempuan murahan. Pilihan ini adalah pilihan iblis; tidak moralis dan juga suatu kezhaliman. Dengan logika “demi tidak menzhalimi istri per-tama”, dia berselingkuh dengan perempuan yang hanya dengan bayaran murah, lalu dia campakkan begitu saja tanpa mendapat-kan hak sebagai istri.
Pilihan Ketiga, tetap mempertahankan istri pertamanya, se-hingga dia dapat tetap memberikan perhatian dan pengayoman serta memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan medisnya, dan demi mendapatkan haknya sebagai suami untuk memenuhi kebu-tuhan biologisnya, dia menikah secara sah. Ini adalah pilihan Islam, ini adalah pilihan manusia yang berakal sehat, dan ini jauh lebih terhormat dan lebih adil bagi istri kedua tersebut, ketimbang men-jadi teman selingkuhan.
Begitu pula kalau seandainya istri yang pertama dan kedua sekaligus dalam posisi yang sama, maka Islam memberikan pilihan menikahi perempuan ketiga ketimbang menempuh pilihan pertama atau kedua.
(2). Di antara kaum laki-laki, banyak yang memiliki kekuatan biologis yang hebat, dan ini benar-benar realistis di tengah masya-rakat, terlebih di zaman ini, yang didukung oleh banyak penunjang hidup yang dapat memaksimalkan hasrat biologis seorang laki-laki. Dalam kenyataan ini, hipokrit jika ada laki-laki yang menga-takan cukup dengan seorang wanita saja. Bagaimana jika istrinya sedang sakit, atau menstruasi, atau hamil tua dan seterusnya. Akan-kah kita tak ambil pusing dengan takdir diri mereka yang seperti itu? Apakah kita harus mengucilkannya? Laki-laki yang berakal sehat pasti akan mengatakan, jika dia tidak dapat mendapatkan jalan yang sah dan halal yaitu poligami, maka pasti dia akan me-nempuh jalan yang haram. Dalam menghadapi keadaan laki-laki seperti ini adalah zhalim bila ada aturan yang menghambat atau bahkan melarang poligami.
(3). Tak seorang pun dapat mengingkari bahwa secara umum jumlah kaum perempuan lebih besar dari jumlah kaum laki-laki, dan ini tampak mencolok di sejumlah negara. Dan ini terjadi ka-rena berbagai faktor, seperti peperangan, misalnya yang seringkali menelan korban dari kaum laki-laki.
Jama’ah Jum’at yang Dirahmati Allah
Dalam kondisi ini kita juga menghadapi tiga pilihan:
Pertama, seorang laki-laki hanya boleh menikahi seorang perem-puan saja, dan perempuan lainnya biarkan saja tanpa nikah dan tanpa mengenal laki-laki. Dan ini sangat jelas merupakan solusi yang tidak adil bahkan tidak manusiawi bagi perempuan yang tidak menikah itu tadi; paling tidak, karena mereka juga manusia yang memiliki kebutuhan biologis yang harus dipenuhi.
Kedua, seorang laki-laki menikah secara sah dengan seorang wanita saja dan dibolehkan -oleh aturan masyarakat atau hukum-untuk melakukan hubungan haram atau perselingkuhan dengan wanita-wanita yang tidak bersuami tadi. Dan inilah yang terjadi di Barat.
Ketiga, laki-laki -sebagian atau semuanya- dibolehkan meni-kahi lebih dari seorang wanita, sehingga semua kaum wanita dapat memenuhi kebutuhan biologisnya secara bermoral dan bertang-gungjawab, dan mendapatkan hak sebagai istri yang sama.
Poin ketiga ini -yaitu semakin banyaknya jumlah kaum wa-nita, yang dihadapkan dengan konsep poligami- dapat diperjelas dengan logika sederhana. Kurang lebih sebagai berikut: berbilang-nya sesuatu terhadap sesuatu yang lainnya terjadi karena adanya surplus pada sesuatu yang kedua. Bila tiga puluh orang mahasiswa masuk ke dalam sebuah ruang kuliah, dan di dalamnya memang terdapat tiga puluh kursi, di mana seorang mahasiswa diharuskan hanya mengambil satu kursi, maka ini adalah aturan sangat wajar dan itulah semestinya, bahkan akan menjadi suatu kezhaliman secara moral bila ada di antara mereka yang mengabil dua kursi.
Tapi bagaimana jika jumlah mahasiswa hanya dua puluh lima orang? Sementara jumlah kursi tersebut tiga puluh buah, apakah tidak mungkin secara akal bahkan secara moral beberapa di antara mahasiswa tersebut mengambil dua buah kursi; untuk menaruh buku-buku kuliah misalnya, atau untuk menaruh tas kuliah, atau untuk menggantung jas almamater?
Masalahnya, andai saja kaum wanita yang surplus dewasa ini seperti kursi yang hanya benda mati, jumlah lima buah terse-but dikeluarkan saja atau dibiarkan saja, itu sudah menyelesaikan masalah tersebut. Tapi masalahnya, kaum wanita adalah manusia yang membutuhkan hidup layak dan memiliki kebutuhan biologis sebagaimana halnya istri yang sah. Dan jika kebutuhannya tersebut tidak terpenuhi, maka kaum wanita yang tidak bersuami tersebut akan menjadi pukulan balik bagi istri-istri yang sah. Di mana mereka akan menggoda suami-suami mereka dengan berbagai macam cara, lalu timbullah perselingkuhan, kemudian percekcokan keluarga, bahkan istri yang sah pun boleh jadi akan diceraikan. Dan itu akan jauh lebih menyakitkan daripada bersabar hidup penuh ikhlas de-ngan dipoligami. Ini dari satu sisi, sedangkan dari sisi lain, jika kaum wanita yang tidak bersuami tersebut dikekang karena adanya atur-an bahwa seorang laki-laki hanya boleh beristri satu orang, maka ini adalah kezhaliman sistem yang nyata atas mereka.
Sampai di sini, tidak ada pilihan yang lebih bijak dan lebih adil daripada poligami, aturan yang dibuat oleh Allah, Pencipta laki-laki dan perempuan.
(4). Bila istri pertama mandul, sedangkan sang suami tentu saja punya hak penuh untuk merindukan dan menginginkan anak; apa solusi yang tepat untuk memenuhi insting sang suami? Tentu tidaklah adil untuk mengatakan, biarkan saja, keinginan itu nanti juga hilang.
Keinginan memiliki anak dan keturunan adalah suatu yang sangat normal, bahkan simaklah bagaimana al-Qur`an menyama-kan antara insting kepada perempuan dengan insting kepada anak-anak, bahkan juga harta. Perhatikan Firman Allah Subhanahu Wata’ala :
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang ba-nyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia.” (Ali Imran: 14).
Di sini seorang Muslim juga dihadapkan pada beberapa pi-lihan:
Pertama, suami tidak boleh berpoligami, dan bila ingin punya anak bisa dengan mengadopsi anak. Jelas ini adalah suatu kezha-liman yang nyata terhadap sang suami. Tidakkah kita menyadari bahwa anak adopsi sama sekali tidak sama dengan anak kandung. Bila anak adopsi itu laki-laki, setelah besar dia tidak bisa menjadi muhrim bagi si istri, dan bila sebaliknya dia perempuan, juga tidak bisa menjadi muhrim bagi si suami.
Kedua, istri pertama diceraikan terlebih dahulu secara paksa, agar suami dapat menikah dengan perempuan yang bisa punya anak. Ini juga tentu tidak adil bagi istri pertama; karena seharus-nya dia diberi kesempatan untuk menentukan pilihan untuk tetap bersama suami atau memilih cerai.
Ketiga, istri pertama yang mandul itu tetap sebagai istri, dan demi memenuhi insting sang suami, dia diberikan jalan keluar yang agung, yaitu menikahi perempuan lain yang dapat melahirkan anak untuknya. Ini adalah pilihan yang sangat adil, dan inilah jalan yang ditawarkan Islam.
Keempat, Islam menetapkan syariat poligami dengan dua syarat besar: wajib berlaku adil dan sanggup memberikan nafkah lahir dan batin. Kedua syarat ini sebenarnya sudah cukup untuk memberikan rambu-rambu yang jelas agar tidak terjadi poligami yang salah kaprah.
Jamaah Jum’at yang Dirahmati Allah
Empat poin di atas ditambah empat kondisi pada poin ketiga, maka sungguh sudah sangat jelas untuk menggambarkan bahwa poligami adalah konsep yang agung, solusi yang shahih untuk men-jawab problem sosial, dan lebih dari itu, ia adalah jalan yang diri-dhai oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Bagi Anda kaum Muslimin yang berpoligami atau ingin berpoligami, tak perlu hirau dengan apa yang mereka katakan. Kebenaran yang Allah Firmankan tak akan pernah berubah menjadi konsep batil, sekalipun ditolak oleh 90% penduduk bumi ini, dan keadilan yang didefinisikan oleh syariat Islam tak akan pernah bisa ditandingi oleh konsep barat yang hanya didasari oleh analogi iblis.
Akan tetapi perlu tetap kita sadari, bahwa realita bukan idea-lita, praktik poligami yang keliru yang dilakukan banyak orang tidak bisa dijadikan tolak ukur yang menggambarkan konsep poli-gami yang sebenarnya yang tidak mengandung kesalahan. Secara singkat dapat kita katakan, “Kesalahan sebenarnya terjadi pada praktik, bukan pada konsep”. Artinya, banyak kaum Muslimin yang salah dalam mengambil syariat poligami. Poligami mereka prak-tikkan sebagai sesuatu yang boleh, akan tetapi bersama itu dia tidak berusaha untuk memenuhi hak poligami sendiri, yaitu berlaku adil. Inilah sebab yang selama ini membuat keluarga yang berpoligami tidak nyaman. Istri pertama merasa dizhalimi, anak-anak ditelan-tarkan, dan seterusnya. Dan inilah sebenarnya yang dikritik oleh orang-orang yang selama ini menolak poligami. Sebagian kaum Muslimin memang mencontoh poligami para nabi, akan tetapi me-reka tidak mencontoh keadilan dan tanggung jawab yang dicon-tohkan oleh para nabi tersebut. Lakukanlah poligami sebagaimana Rasulullah Sallallahi ‘alaihi wasallam, akan tetapi lebih dari itu, contohilah secara baik bagai-mana beliau berpoligami.
Jamaah Jum’at yang Dirahmati Allah
Mudah-mudahan jawaban singkat ini dapat menambah ke-imanan kita terhadap syariat Allah, yang tak akan pernah legam oleh sejarah, dan tak akan pernah lapuk oleh masa. Kita begitu yakin bahwa tidak ada syariat Allah yang sia-sia, karena Allah menetap-kan semua syariatnya berdasarkan ilmuNya dan ke Maha Bijaksa-naanNya; yang azali dan abadi.
بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَجَعَلَنَا الله مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِـرُ الله لِيْ وَلَكُمْ.
KHUTBAH KEDUA :
اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
قَالَ الله تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ:
Jamaah Jum’at yang Dirahmati Allah
Yang sangat kita takutkan sebenarnya adalah jangan sampai kita kaum Muslimin terjatuh dalam kekafiran dari arah yang tidak kita sadari. Karena salah satu bentuk kekafiran yang dapat menge-luarkan seorang Muslim dari Islam, adalah menghalalkan apa yang diharamkan Allah, atau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah. Poligami jelas dihalalkan Allah; maka barangsiapa yang hendak melarangnya, atau berani mengatakan atau menulis makalah, bahwa itu adalah kejahatan terhadap kaum perempuan dan harus dilarang, maka camkan baik-baik riwayat berikut ini:
Dari Adi bin Hatim Radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, Aku pernah mendengar Nabi Sallallahi ‘alaihi wasallam membaca (Firman Allah Subhanahu Wata’ala),
اِتَّخَذُوْا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah.” (At-Taubah: 31).
Maka aku mengatakan, “Kami, (kaum Nasrani) tidak beriba-dah kepada mereka.”
Maka Nabi Sallallahi ‘alaihi wasallam bersabda :
أَلَيْسَ يُحَرِّمُوْنَ مَا أَحَلَّ الله، فَتُحَرِّمُوْنَهُ؟ وَيُحِلُّوْنَ مَا حَرَّمَ الله، فَتُحِلُّوْنَهُ؟
“Bukankah mereka mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, lalu kalian pun (ikut) mengharamkannya? Dan mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah, dan kalian pun (ikut) menghalalkan-nya?”
Adi berkata, “Aku menjawab, ‘Benar’.”
Maka Nabi Sallallahi ‘alaihi wasallam bersabda :
فَتِلُكَ عِبَادَتُهُمْ.
“Itu adalah ibadah (penyembahan) terhadap mereka.” (Diriwayat-kan oleh al-Bukhari di dalam at-Tarikh al-Kabir 7/106, at-Tirmidzi di dalam Sunannya, Kitab at-Tafsir no. 3095, Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya no. 16631 dan 16633, dan lainnya. Hadits ini dihasankan oleh Syaikhul Islam dalam Majmu’ al-Fatawa 3/67, dan juga al-Albani di dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi).
Jamaah Jum’at yang Dirahmati Allah
Sampai di sini, kita semua berharap, semoga Allah menambah tingkat intelegensia religius kita, agar menjadi pembela-pembela Islam yang berkualitas. Mari kita akhiri khutbah kita ini dengan bershalawat kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad Sallallahi ‘alaihi wasallam, ke-luarga dan para sahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai Hari Kiamat nanti.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Oleh: Abdurrahman Nuryaman
sumber : http://almalanji.wordpress.com/2010/01/15/poligami-sebuah-pembelaan/
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ. اللهم صَل عَلَى مُحَمدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلمْ.
Jama’ah Jum’at yang Dirahmati Allah
Ada Apa dengan Poligami? Dan kenapa orang-orang meri-butkan orang yang berpoligami?
Musuh-musuh Islam dari berbagai latar belakang telah me-lancarkan tudingan dan tuduhan yang getir terhadap Islam karena syariat poligami. Mereka, dari dulu sampai saat ini terus melaku-kan propaganda bahwa Islam tidak adil, menindas dan merendah-kan kaum wanita dengan syariat poligami. Dalam pandangan me-reka, poligami tidak lebih dari terowongan gelap yang senantiasa dibuka lebar untuk memperturutkan syahwat laki-laki kaum Mus-limin. Semua tuduhan dan tudingan kosong tersebut telah terjadi sejak waktu yang lama, dan itu terus bergaung sampai saat ini.
Masalahnya, andai saja tuduhan itu hanya datang dari orang-orang kafir; baik itu kaum orientalis, sosiolog, antropolog, atau atas nama hak asasi, atau kesetaraan gender, atau dan atau…, tentu kita tidak ambil pusing dan tak perlu merasa terganggu karenanya. Karena musuh-musuh Allah telah melakukan serangan permu-suhan dan kezaliman yang jauh lebih besar dari sekedar masalah poligami. Akan tetapi yang sangat menyedihkan kita semua ada-lah bahwa mereka yang ribut mempermasalahkan poligami ini adalah kaum Muslimin sendiri, bahkan sebagian di antara mereka adalah kaum terpelajar atau bahkan berilmu.
Di antara mereka bahkan ada yang berani mengatakan bahwa poligami adalah kejahatan atas kaum perempuan dan wajib dila-rang di Indonesia.
Sebegitu lemahkah keimanan seorang Muslim hingga berani menggugat keadilan Allah dengan mengatakan poligami adalah kezaliman terhadap perempuan? Sebegitu besarkah pengaruh tipu-daya setan dan musuh-musuh Islam hingga kaum Muslimin sen-diri yang justru lancang mempermasalahkan syariat Allah? Kurang jelaskah Allah dan RasulNya menjelaskan masalah poligami?
Berikut ini adalah beberapa jawaban untuk mereka yang mempermasalahkan poligami?
Pertama: Perhatikan kembali Firman Allah Subhanahu Wata’ala :
وَإِنْ خِفْتُمْ أّلاَّتُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانكِحُوا مَاطَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّتَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّتَعُولُوا
Al-Allamah as-Sa’di, setelah menjelaskan dan menafsirkan ayat ini, beliau berkata, “Hal itu karena laki-laki kadang ada yang tidak terpenuhi syahwatnya dengan seorang istri, maka dibolehkan baginya untuk menikah, seorang lagi dan seorang lagi sampai ber-jumlah empat orang, karena dengan empat orang istri sudah cukup untuk setiap orang; kecuali sangat langka (ada yang juga belum cukup). Dan ber-sama itu semua, laki-laki bersangkutan diboleh-kan baginya mela-kukan itu (poligami), apabila dia merasa aman terhadap dirinya untuk tidak berlaku zhalim dan tidak adil, dan yakin dapat melak-sanakan hak-hak mereka. Maka jika dia hawa-tir terhadap sesuatu dari semua kehawatiran tadi, hendaklah dia cukup hanya dengan seorang istri saja, … karena itu lebih memung-kinkan untuk tidak berlaku zhalim.” (Taisir al-Karim ar-Rahman).
Ayat ini dengan sangat jelas mengisyaratkan bahwa apabila seorang laki-laki mengkhawatirkan dirinya tidak bisa berlaku adil, dan tidak mampu memberi nafkah lahir maupun batin, maka sebaik-nya cukup dengan seorang istri; dan itu jelas lebih utama baginya dan lebih menciptakan suasana harmonis dalam keluarga. Akan tetapi, bila seorang laki-laki telah mampu memenuhi semua tun-tutan syariat, sehingga dalam pandangan syariat telah layak untuk berpoligami, maka suatu kekufuran untuk menyuarakan tidak boleh melakukan poligami. Artinya, poligami sebenarnya hanya semacam keringanan atau pintu emergensi yang diberikan Allah, untuk meng-hadapi suatu kondisi yang menuntut penyelesaian yang tepat. Dan akan dijelaskan secara lebih rinci berikutnya.
Kedua: Islam bukan agama pertama yang mensyariatkan poligami, dan bangsa Arab juga bukan satu-satunya bangsa yang akrab dengan budaya poligami. Dalam Al-Mar`ah Wa Makanatuha Fi al-Islam disebutkan bahwa berbagai bangsa di dunia telah terbiasa melakukan poligami sejak tempo dulu. Seperti: bangsa Mesir, Per-sia, Asyuria, Babilonia, India, Rusia, Jerman bahkan sejumlah raja-raja Yunani juga melakukan poligami.
Dalam agama Yahudi, poligami juga dikenal luas. Taurat (Perjanjian Lama) mencatat begitu jelas bahwa nabi-nabi dan raja-raja Bani Israil melakukan poligami, bahkan dalam jumlah istri yang sangat ekstrim:
1. Kitab Imamat (18: 18) secara tersirat menunjukkan bahwa poligami itu boleh, tetapi tidak boleh mempoligami istri dengan saudarinya.
2. Kitab Kejadian (28: 9), dengan sangat jelas menerangkan: Esau, putra nabi Ishak, mengambil putri Ismail, Mahalat, sebagai istri ketiganya di samping kedua istrinya yang telah ada.
3. Kitab Raja-Raja (11: 3), menjelaskan bahwa Nabi Sulaiman, putra Nabi Dawud, memiliki 700 orang istri dari kalangan wanita terpandang dan 300 orang budak perempuan.
4. Kitab Samuel 2 (5: 13) dengan begitu terang mengatakan bahwa Nabi Dawud menikahi banyak istri dari kalangan wanita merdeka dan memiliki banyak budak perempuan.
Begitu juga Dalam Agama Nasrani, tidak ada satu pun ayat di dalam Perjanjian Baru (Injil) yang melarang poligami; kecuali hanya dari surat Paulus, yang tentu saja dalam definisi yang benar, bukan bagian dari Injil.
Jama’ah Jum’at yang Dirahmati Allah
Ketiga: Ada banyak kondisi di mana poligami menjadi suatu keniscayaan:
(1). Ketika istri pertama sakit berkepanjangan, atau terserang penyakit menular atau penyakit kronis, yang menjadikan seorang suami sulit memenuhi kebutuhan biologisnya sebagai laki-laki. Dalam kondisi ini, tentu sangat kerdil otak seseorang jika menga-takan, suaminya tidak boleh melakukan poligami.
Menghadapi kondisi ini, kita berhadapan dengan tiga pilihan:
Pilihan Pertama, demi tidak melakukan poligami, suami men-ceraikan istri pertamanya yang sakit tersebut, baru menikah lagi. Ini adalah pilihan yang sangat tidak manusiawi dan tidak bertang-gung jawab serta kezhaliman terhadap sang istri yang justru pada saat seharusnya mendapatkan perhatian dan perlindungan yang lebih.
Pilihan Kedua, tetap mempertahankan istrinya yang sakit ter-sebut, dan karena tidak boleh berpoligami, serta demi memenuhi hasrat biologisnya, dia berselingkuh dengan perempuan-perempuan murahan. Pilihan ini adalah pilihan iblis; tidak moralis dan juga suatu kezhaliman. Dengan logika “demi tidak menzhalimi istri per-tama”, dia berselingkuh dengan perempuan yang hanya dengan bayaran murah, lalu dia campakkan begitu saja tanpa mendapat-kan hak sebagai istri.
Pilihan Ketiga, tetap mempertahankan istri pertamanya, se-hingga dia dapat tetap memberikan perhatian dan pengayoman serta memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan medisnya, dan demi mendapatkan haknya sebagai suami untuk memenuhi kebu-tuhan biologisnya, dia menikah secara sah. Ini adalah pilihan Islam, ini adalah pilihan manusia yang berakal sehat, dan ini jauh lebih terhormat dan lebih adil bagi istri kedua tersebut, ketimbang men-jadi teman selingkuhan.
Begitu pula kalau seandainya istri yang pertama dan kedua sekaligus dalam posisi yang sama, maka Islam memberikan pilihan menikahi perempuan ketiga ketimbang menempuh pilihan pertama atau kedua.
(2). Di antara kaum laki-laki, banyak yang memiliki kekuatan biologis yang hebat, dan ini benar-benar realistis di tengah masya-rakat, terlebih di zaman ini, yang didukung oleh banyak penunjang hidup yang dapat memaksimalkan hasrat biologis seorang laki-laki. Dalam kenyataan ini, hipokrit jika ada laki-laki yang menga-takan cukup dengan seorang wanita saja. Bagaimana jika istrinya sedang sakit, atau menstruasi, atau hamil tua dan seterusnya. Akan-kah kita tak ambil pusing dengan takdir diri mereka yang seperti itu? Apakah kita harus mengucilkannya? Laki-laki yang berakal sehat pasti akan mengatakan, jika dia tidak dapat mendapatkan jalan yang sah dan halal yaitu poligami, maka pasti dia akan me-nempuh jalan yang haram. Dalam menghadapi keadaan laki-laki seperti ini adalah zhalim bila ada aturan yang menghambat atau bahkan melarang poligami.
(3). Tak seorang pun dapat mengingkari bahwa secara umum jumlah kaum perempuan lebih besar dari jumlah kaum laki-laki, dan ini tampak mencolok di sejumlah negara. Dan ini terjadi ka-rena berbagai faktor, seperti peperangan, misalnya yang seringkali menelan korban dari kaum laki-laki.
Jama’ah Jum’at yang Dirahmati Allah
Dalam kondisi ini kita juga menghadapi tiga pilihan:
Pertama, seorang laki-laki hanya boleh menikahi seorang perem-puan saja, dan perempuan lainnya biarkan saja tanpa nikah dan tanpa mengenal laki-laki. Dan ini sangat jelas merupakan solusi yang tidak adil bahkan tidak manusiawi bagi perempuan yang tidak menikah itu tadi; paling tidak, karena mereka juga manusia yang memiliki kebutuhan biologis yang harus dipenuhi.
Kedua, seorang laki-laki menikah secara sah dengan seorang wanita saja dan dibolehkan -oleh aturan masyarakat atau hukum-untuk melakukan hubungan haram atau perselingkuhan dengan wanita-wanita yang tidak bersuami tadi. Dan inilah yang terjadi di Barat.
Ketiga, laki-laki -sebagian atau semuanya- dibolehkan meni-kahi lebih dari seorang wanita, sehingga semua kaum wanita dapat memenuhi kebutuhan biologisnya secara bermoral dan bertang-gungjawab, dan mendapatkan hak sebagai istri yang sama.
Poin ketiga ini -yaitu semakin banyaknya jumlah kaum wa-nita, yang dihadapkan dengan konsep poligami- dapat diperjelas dengan logika sederhana. Kurang lebih sebagai berikut: berbilang-nya sesuatu terhadap sesuatu yang lainnya terjadi karena adanya surplus pada sesuatu yang kedua. Bila tiga puluh orang mahasiswa masuk ke dalam sebuah ruang kuliah, dan di dalamnya memang terdapat tiga puluh kursi, di mana seorang mahasiswa diharuskan hanya mengambil satu kursi, maka ini adalah aturan sangat wajar dan itulah semestinya, bahkan akan menjadi suatu kezhaliman secara moral bila ada di antara mereka yang mengabil dua kursi.
Tapi bagaimana jika jumlah mahasiswa hanya dua puluh lima orang? Sementara jumlah kursi tersebut tiga puluh buah, apakah tidak mungkin secara akal bahkan secara moral beberapa di antara mahasiswa tersebut mengambil dua buah kursi; untuk menaruh buku-buku kuliah misalnya, atau untuk menaruh tas kuliah, atau untuk menggantung jas almamater?
Masalahnya, andai saja kaum wanita yang surplus dewasa ini seperti kursi yang hanya benda mati, jumlah lima buah terse-but dikeluarkan saja atau dibiarkan saja, itu sudah menyelesaikan masalah tersebut. Tapi masalahnya, kaum wanita adalah manusia yang membutuhkan hidup layak dan memiliki kebutuhan biologis sebagaimana halnya istri yang sah. Dan jika kebutuhannya tersebut tidak terpenuhi, maka kaum wanita yang tidak bersuami tersebut akan menjadi pukulan balik bagi istri-istri yang sah. Di mana mereka akan menggoda suami-suami mereka dengan berbagai macam cara, lalu timbullah perselingkuhan, kemudian percekcokan keluarga, bahkan istri yang sah pun boleh jadi akan diceraikan. Dan itu akan jauh lebih menyakitkan daripada bersabar hidup penuh ikhlas de-ngan dipoligami. Ini dari satu sisi, sedangkan dari sisi lain, jika kaum wanita yang tidak bersuami tersebut dikekang karena adanya atur-an bahwa seorang laki-laki hanya boleh beristri satu orang, maka ini adalah kezhaliman sistem yang nyata atas mereka.
Sampai di sini, tidak ada pilihan yang lebih bijak dan lebih adil daripada poligami, aturan yang dibuat oleh Allah, Pencipta laki-laki dan perempuan.
(4). Bila istri pertama mandul, sedangkan sang suami tentu saja punya hak penuh untuk merindukan dan menginginkan anak; apa solusi yang tepat untuk memenuhi insting sang suami? Tentu tidaklah adil untuk mengatakan, biarkan saja, keinginan itu nanti juga hilang.
Keinginan memiliki anak dan keturunan adalah suatu yang sangat normal, bahkan simaklah bagaimana al-Qur`an menyama-kan antara insting kepada perempuan dengan insting kepada anak-anak, bahkan juga harta. Perhatikan Firman Allah Subhanahu Wata’ala :
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
Di sini seorang Muslim juga dihadapkan pada beberapa pi-lihan:
Pertama, suami tidak boleh berpoligami, dan bila ingin punya anak bisa dengan mengadopsi anak. Jelas ini adalah suatu kezha-liman yang nyata terhadap sang suami. Tidakkah kita menyadari bahwa anak adopsi sama sekali tidak sama dengan anak kandung. Bila anak adopsi itu laki-laki, setelah besar dia tidak bisa menjadi muhrim bagi si istri, dan bila sebaliknya dia perempuan, juga tidak bisa menjadi muhrim bagi si suami.
Kedua, istri pertama diceraikan terlebih dahulu secara paksa, agar suami dapat menikah dengan perempuan yang bisa punya anak. Ini juga tentu tidak adil bagi istri pertama; karena seharus-nya dia diberi kesempatan untuk menentukan pilihan untuk tetap bersama suami atau memilih cerai.
Ketiga, istri pertama yang mandul itu tetap sebagai istri, dan demi memenuhi insting sang suami, dia diberikan jalan keluar yang agung, yaitu menikahi perempuan lain yang dapat melahirkan anak untuknya. Ini adalah pilihan yang sangat adil, dan inilah jalan yang ditawarkan Islam.
Keempat, Islam menetapkan syariat poligami dengan dua syarat besar: wajib berlaku adil dan sanggup memberikan nafkah lahir dan batin. Kedua syarat ini sebenarnya sudah cukup untuk memberikan rambu-rambu yang jelas agar tidak terjadi poligami yang salah kaprah.
Jamaah Jum’at yang Dirahmati Allah
Empat poin di atas ditambah empat kondisi pada poin ketiga, maka sungguh sudah sangat jelas untuk menggambarkan bahwa poligami adalah konsep yang agung, solusi yang shahih untuk men-jawab problem sosial, dan lebih dari itu, ia adalah jalan yang diri-dhai oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Bagi Anda kaum Muslimin yang berpoligami atau ingin berpoligami, tak perlu hirau dengan apa yang mereka katakan. Kebenaran yang Allah Firmankan tak akan pernah berubah menjadi konsep batil, sekalipun ditolak oleh 90% penduduk bumi ini, dan keadilan yang didefinisikan oleh syariat Islam tak akan pernah bisa ditandingi oleh konsep barat yang hanya didasari oleh analogi iblis.
Akan tetapi perlu tetap kita sadari, bahwa realita bukan idea-lita, praktik poligami yang keliru yang dilakukan banyak orang tidak bisa dijadikan tolak ukur yang menggambarkan konsep poli-gami yang sebenarnya yang tidak mengandung kesalahan. Secara singkat dapat kita katakan, “Kesalahan sebenarnya terjadi pada praktik, bukan pada konsep”. Artinya, banyak kaum Muslimin yang salah dalam mengambil syariat poligami. Poligami mereka prak-tikkan sebagai sesuatu yang boleh, akan tetapi bersama itu dia tidak berusaha untuk memenuhi hak poligami sendiri, yaitu berlaku adil. Inilah sebab yang selama ini membuat keluarga yang berpoligami tidak nyaman. Istri pertama merasa dizhalimi, anak-anak ditelan-tarkan, dan seterusnya. Dan inilah sebenarnya yang dikritik oleh orang-orang yang selama ini menolak poligami. Sebagian kaum Muslimin memang mencontoh poligami para nabi, akan tetapi me-reka tidak mencontoh keadilan dan tanggung jawab yang dicon-tohkan oleh para nabi tersebut. Lakukanlah poligami sebagaimana Rasulullah Sallallahi ‘alaihi wasallam, akan tetapi lebih dari itu, contohilah secara baik bagai-mana beliau berpoligami.
Jamaah Jum’at yang Dirahmati Allah
Mudah-mudahan jawaban singkat ini dapat menambah ke-imanan kita terhadap syariat Allah, yang tak akan pernah legam oleh sejarah, dan tak akan pernah lapuk oleh masa. Kita begitu yakin bahwa tidak ada syariat Allah yang sia-sia, karena Allah menetap-kan semua syariatnya berdasarkan ilmuNya dan ke Maha Bijaksa-naanNya; yang azali dan abadi.
بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَجَعَلَنَا الله مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِـرُ الله لِيْ وَلَكُمْ.
KHUTBAH KEDUA :
اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
قَالَ الله تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ:
Jamaah Jum’at yang Dirahmati Allah
Yang sangat kita takutkan sebenarnya adalah jangan sampai kita kaum Muslimin terjatuh dalam kekafiran dari arah yang tidak kita sadari. Karena salah satu bentuk kekafiran yang dapat menge-luarkan seorang Muslim dari Islam, adalah menghalalkan apa yang diharamkan Allah, atau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah. Poligami jelas dihalalkan Allah; maka barangsiapa yang hendak melarangnya, atau berani mengatakan atau menulis makalah, bahwa itu adalah kejahatan terhadap kaum perempuan dan harus dilarang, maka camkan baik-baik riwayat berikut ini:
Dari Adi bin Hatim Radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, Aku pernah mendengar Nabi Sallallahi ‘alaihi wasallam membaca (Firman Allah Subhanahu Wata’ala),
اِتَّخَذُوْا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ
Maka aku mengatakan, “Kami, (kaum Nasrani) tidak beriba-dah kepada mereka.”
Maka Nabi Sallallahi ‘alaihi wasallam bersabda :
أَلَيْسَ يُحَرِّمُوْنَ مَا أَحَلَّ الله، فَتُحَرِّمُوْنَهُ؟ وَيُحِلُّوْنَ مَا حَرَّمَ الله، فَتُحِلُّوْنَهُ؟
Adi berkata, “Aku menjawab, ‘Benar’.”
Maka Nabi Sallallahi ‘alaihi wasallam bersabda :
فَتِلُكَ عِبَادَتُهُمْ.
Jamaah Jum’at yang Dirahmati Allah
Sampai di sini, kita semua berharap, semoga Allah menambah tingkat intelegensia religius kita, agar menjadi pembela-pembela Islam yang berkualitas. Mari kita akhiri khutbah kita ini dengan bershalawat kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad Sallallahi ‘alaihi wasallam, ke-luarga dan para sahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai Hari Kiamat nanti.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Oleh: Abdurrahman Nuryaman
sumber : http://almalanji.wordpress.com/2010/01/15/poligami-sebuah-pembelaan/
0 komentar:
Post a Comment